Dikisahkan ada seorang
Badwi datang menghadap Rasulullah. Dengan maksud ingin meminta sesuatu pada
beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu."
Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa
tersinggung, lalu ngerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat
agar mereka bersabar.
Kemudian, Rasulullah
pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa barang tambahan untuk diberikan ke
Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi
itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan
kerabat."
Keesokan harinya,
Rasulullah bersabda kepada para sahabat, " jikalau pada waktu Badwi itu
berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu
membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik,
maka ia selamat." Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah
untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam
medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.
…
"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan
pelampiasannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan
sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari
sekehendaknya." (HR.
Abu Dawud - At-Tirmidzi)
Tingkat keteguhan
seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu
menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada
pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu
berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma'nawiyah (keimananan) seseorang.
Pada dasarnya, tabiat
manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor,
berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan
orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyelurusi lorong-lorong
hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang,dan lapang dada.
Adakalanya, kita bisa
merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. Kemarahan kita
begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesadaran. Kita begitu merasa
tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan
cara menumpahkan darah. Na'udzubillah .
…
Rasulullah memberikan
contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran
seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalau pun saat itu,
dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun,
Rasulullah tidak berbuat demikian.
Beliau tetap sabar
menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan lemah lembut. Pada saat
itulah, beliau ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada
lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, saat itu, ibarat
sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk suguhan unta yang ngamuk. Tentu
saja, unta yang telah mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat
dijinakkan dan bisa digunakan untuk menempuh perjalan jauh.
Adakalanya, Rasulullah
juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan
bukan karena masalah pribadi melainkan karena kehormatan agama Allah.
Rasulullah bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa),dan
memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR.Bukhari) Sabdanya pula, "Bukanlah
seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor."(HR. Turmudzi)
Seorang yang mampu
mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan mampu menahan diri di kala
mendapat ejekan, maka orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan
dan kebajikan bagi dirinya maupun masyarakatnya.
Seorang Hakim yang
tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil.
Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, tidak akan mampu
memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru, ia akan senantiasa memunculkan
permusuhan di masyarakatnya.
Begitu pun pasangan
suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu
melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan mata
atas kesalahan kecil pasangannya.
Bagi orang yang
imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula
sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya.
Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah
memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah
menjadi haknya.
Orang yang demikian,
akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari
pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya,melatih diri dengan cara
membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati.Seperti, ujub dan takabur,
riya, sum'ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya.
Dan menyertainya
dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan
derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Dari Abdullah bin Shamit,
Rasulullah bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya Beritahukan tentang
sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat
seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah."
Rasulullah bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi
kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau
suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan,
engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan
engkau." (HR. Thabrani)
Sabdanya pula, "Bahwasanya
seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit.
Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu
ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian,
berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru,
ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar
ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali
kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud)
TIPS MENAHAN AMARAH
Menahan marah bukan
pekerjaan gampang, sangat sulit untuk melakukannya. Ketika ada orang bikin
gara-gara yang memancing emosi kita, barangkali darah kita langsung naik ke
ubun-ubun, tangan sudah gemetar mau memukul, sumpah serapah sudah berada di
ujung lidah tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya,
maka bersyukurlah, karena kita termasuk orang yang kuat.
Cara-cara meredam atau
mengendalikan kemarahan:
1. Membaca Ta'awwudz.
Rasulullah bersabda
Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu
A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan
syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).
2.
Berwudlu.
Rasulullah bersabda
Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya
bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah (H.R. Abud Dawud).
3. Duduk.
Dalam sebuah hadist
dikatakanKalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka
bertiduranlah (H.R. Abu Dawud).
4. Diam.
Dalam sebuah hadist
dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau
kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).
5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat.
Dalam sebuahhadist
dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia.
Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di
lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia
menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)
Semoga kita dapat
menahan amarah...
0 comments:
Dí lo que piensas...